Selasa, 23 Oktober 2018

Resume Jurnal- NAA lebih Efektif Dibanding IBA untuk Pembentukan Akar Pada Cangkok Jambu Bol (Syzygium malaccense (L.) Merr & Perry)

Latar Belakang
 Perbanyakan jambu bol dengan biji mempunyai beberapa kendala, yaitu karakter buah yang dihasilkan belum tentu sama dengan karakter tanaman induknya, masa juvenil tanaman yang lama (5 tahun atau lebih) dan dalam satu buah jambu bol yang besar umumnya hanya dihasilkan satu atau dua biji, bahkan tidak semua buah jambu bol menghasilkan biji. Cangkok merupakan teknik perbanyakan vegetatif yang mudah, murah dan relatif efisien untuk menghasilkan bibit jambu bol unggul, Keberhasilan pengakaran pada cangkok atau setek dipengaruhi oleh banyak faktor yang mungkin saling berinteraksi satu sama lain, salah satunya adalah zat pengatur tumbuh.ZPT auksin yang saat ini paling banyak digunakan untuk menginduksi akar pada setek atau cangkok ialah indole-3-butyric acid (IBA), dan α-napthalene-acetic acid (NAA).

Tujuan 
mempelajari pengaruh formulasi pasta auksin yang mengandung IBA, NAA atau kombinasi keduanya terhadap pengakaran cangkok jambu bol (Syzygium malaccense L.) Merr. & Perry).

Metode Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (randomized complete block design) dengan tiga kelompok berdasarkan pohon induk yang dicangkok. 
Perlakuan yang dicobakan adalah tujuh konsentrasi auksin yang terdiri atas kontrol (tanpa auksin), IBA 2000 ppm, IBA 4000 ppm, NAA 2000 ppm, NAA 4000 ppm, IBA 1000 ppm + NAA 1000 ppm, dan IBA 2000 ppm + NAA 2000 ppm
Bahan tanaman yang akan dicangkok dipilih pohon induk jambu bol yang sudah pernah berbuah, dengan pertumbuhan yang sehat dan kuat, dan berumur 8-10 tahun. 

Hasil dan Pembahasan
 Perlakuan auksin terbaik didapatkan pada 4000 ppm NAA yang menghasilkan 33.3 akar primer dan mempercepat terbentuknya akar hingga tiga minggu lebih awal dibandingkan dengan pada cangkok tanpa auksin.
 Pengaruh stimulasi NAA dalam menginduksi akar kemungkinan berkaitan dengan penghambatan aktivitas enzim IAAoksidase (IAAO), serta peningkatan aktivitas enzim peroksidase (POD) dan polifenol oksidase (PPO) sebagaimana dilaporkan oleh Yan et al. (2014), Enzim IAAO mengkatalisis oksidasi IAA sehingga mengganggu kerja auksin (Hartmann et al., 2011). Jadi jika IAAO terhambat aktivitasnya oleh NAA, maka kerja auksin endogen lebih efektif. Aktivitas POD diketahui berperan dalam metabolisme auksin dan proses lignifikasi pada waktu sintesis dinding sel yang terjadi selama pembentukan akar (Rout, 2006). Selain itu, PPO mengkatalisis oksidasi senyawa polifenol dan hidroksilasi senyawa monophenol serta terbentuknya lignin dalam sel tumbuhan (Khorsheduzzaman et al., 2010). 
Berdasarkan waktu munculnya akar, 4000 ppm NAA lebih efektif dibanding 4000 ppm IBA. Hal tersebut kemungkinan karena kandungan auksin endogen pada cabang jambu bol yang dicangkok terlalu sedikit. Ketika bagian atas cabang yang dikerat dan dikupas floemnya diberi perlakuan NAA pada konsentrasi 4000 ppm, kemungkinan auksin endogen (IAA) pada cangkok dapat ditingkatkan pada level yang lebih tinggi dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan oleh IBA pada konsentrasi yang sama, sehingga akar lebih cepat terbentuk. 

Rekomendasi
Aplikasi NAA 4000 ppm dapat mempercepat terbentuknya akar hingga tiga minggu lebih awal  dibandingkan dengan cangkok tanpa auksin

sumber :

Rabu, 17 Oktober 2018

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kultur Jaringan

faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kulur jaringan antara lain :

1. Genotipe asal eksplan
eksplan adalah jaringan tanaman yangakan digunakan sebagai bahan tanam dalam botol.kondisi fisiologis ekplan memiliki peranan penting bagi keberhasilan teknik kultur jaringan. Pierik (1997) menyatakan bahwa pada umumnya bagian-bagian vegetatif pada tanaman lebih siap beregenerasi daripada bagian-bagian generatif.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur.oleh karena itu kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan harus disesuaikan dengan jenis eksplan yang akan digunakan.

2. Jenis Kondisi Eksplan
eksplan dipilih dari jaringan yang masih muda karena jaringan tersebut tersusun atas sel-sel yang  masih muda dan aktif membelah, dengan begitu diharapkan akan menghasilkan tanaman yang lebih sempurna. jenis eksplan,seperti pucuk, buku, tunas, akar, daun, embrio dan kotiledon yang digunakan harus diperhatikan dalam teknik kultur jaringan karena akan mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. kemudian hal lain yang harus diperhatikan adalah ukuran, dan umur eksplan karena berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi.Ukuran eksplan . Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya.

3. Media Kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan.
a) Komposisi media.medium yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman berupa medium padat atau cair. medium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang selanjutnya diinduksi membentuk tanaman lengkap, sedangkan medium cair digunakan untuk kultur sel. komponen utama yaitu senyawa anorganik, sumber karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh dan suplemen organik (Yuwono, 20018)
Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS.
 
b) Komposisi hormon pertumbuhan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant.

4.  Lingkungan Tumbuh
agar pertumbuhan kultur seragam maka keseragaman faktor lingkungan juga harus diupayakan, tidak hanya di ruang kultur akan tetapi juga didalam semua wadah kultur dengan cara menggunakan wadah yang seragam (Zulkarnain, 2009).  
a) Suhu.
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang konstan baik pada siang maupun malam hari.
 Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur invitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan. Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu 25°C (kisaran suhu 17-32°C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27°C (kisaran suhu 24-32°C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka perbedaan umumnya adalah 4-8°C, variasi yang biasa dilakukan adalah 25°C siang dan 20°C malam, atau 28°C siang dan 24°C malam.

b) Kelembaban relatif.
 Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen.

c) Cahaya. 
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah.Lama penyinaran umumnya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis menggunakan timer yang ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan tanaman.

Selasa, 16 Oktober 2018

Teknik Sterilisasi dalam Kultur Jaringan

Sterilisasi merupakan bagian yang sangat penting dalam teknik in vitro, yaitu teknik membersihkan dan membebaskan suatu benda dari segala kehidupan mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, dan virus). Sterilisasi adalah tahap kunci keberhasilan dalam metode kultur jaringan untuk itu dalam kultur jaringan harus dalam kondisi yang aseptis..Sterilisasi ini meliputi sterilisasi ruangan, sterilisasi alat tanam, sterilisasi media tanam, dan sterilisasi eksplan.

1. Sterilisasi Ruang
Salah satu ruang yang harus dijaga kesterilannya adalah ruang transfer yang digunakan untuk inokulasi, isolasi dan subkultur.sterilisasi ini harus dilakukan jika tidak ada kegiatan dalam ruang tersebut. Ruangan ini biasanya tidak terlalu besar agar proses sterilisasinya tidak lama dan mudah. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan menyemprotkan alkohol 90%, dan sterilisasi lantai dengan kain pel yang dibasahi dengan alkohol 90% atau phenol. Sterilisasi ini mutlak dilakukan menjelang ruang inokulasi akan digunakan. Lampu ultraviolet dapat digunakan untuk sterilisasi ruang, dan biasanya selalu dinyalakan apabila ruang inokulasi tidak digunakan, serta dimatikan saat masuk dalam ruang ini (Edhi Sandra, 2013).

2.  Sterilisasi Alat inokulasi (LAF cabinet)
Sterilisasi laminar dilakukan dengan spirtus atau alkohol 70%. Permukaan laminar sebelum mulai bekerja dibersihkan dengan tisu yang sudah dicelupkan alkohol 70%. Laminar yang dilengkapi dengan lampu UV, sebelum digunakan juga dinyalakan selama 1-2 jam untuk mematikan kontaminan yang ada di permukaan laminar. Hal serupa juga dilakukan setelah selesai melakukan penanaman atau inokulasi. Laminar harus tetap dijaga kebersihannya. 

3.  Sterilisasi Alat dan Media
Alat-alat yang akan digunakan dalam kultur jaringan dapat disterilkan dengan autoclave. Alat-alat gelas dan logam disterilkan dengan autoclave pada temperatur 121 derajat dan tekanan 1 atm, selama 30 menit, sedangkan sterilisasi bahan atau media kultur selama 15 menit. Alat- alat seperti pinset dan scalpel selain disterilkan dengan autoclave dapat dilakukan dengan pembakaran di atas api bunsen. Botol-botol yang akan disterilisasi sebelumnya ditutup dengan aluminium foil atau plastik dan diikat dengan karet. Aquadest disterilkan seperti  sterilisasi alat selama 30 menit.
ada dua metode untuk sterilisasi media yang umum digunakan, yaitu dengan metode dengan autoclave dan filter membrane. media kultur, air destilasi dan campuran yang stabil dapat disterilisasi dalam autoclave dengan menggunalan wadah yang dituup dengan kapas, alumunium foil atau plastic. akan tetapi, larutan dari bahan-bahan yang bersifat tidak stabil harus menggunakan filter. umumnya media di autoclave pada tekanan 15 psi dengan suhu 121 derajat. untuk volume larutan perwadah yang sedikit (<100ml), waktu yang dibutuhkan adalah 15-20 menit, tetapi untuk jumlah yang besar (2-4 liter) selama 30-40 menit. tekanan jangan melebihi dari 20 psi karena dapat mengakibatkan dekmposisi karbohidrat dan bahan lain dalam media yang bersifat thermolible.

4.  Sterilisasi Eksplan
Eksplan adalah bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bahan eksplan dapat berupa organ, jaringan, maupun sel. Eksplan dari organ lebih mudah dikulturkan, misalnya : daun, batang, akar. Metode sterilisasi setiap eksplan berbeda, tergantung pada jenis tanamannya, bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaannya, umur tanamannnya, kondisi tanamannnya (sakit atau sehat pada saat pengambilan), musim saat pengambilan, dan lingkungan tumbuhnya. Pada prinsipnya, sterilisasi eksplan adalah mensterilkan dari kontaminasi mikroorganisme, tanpa mematikan eksplannya (Edhi Sandra, 2013).  Pada metode kultur jaringan untuk perbanyakan anggrek, eksplan yang digunakan adalah biji anggrek yang berasal dari buah anggrek yang sudah tua dan belum pecah. Kondisi buah yang masih muda atau buah tua yang sudah pecah akan berbeda tehnik sterilisasinya. Buah anggrek yang sudah tua dan belum pecah, sterilisasinya dengan cara membakar buah di atas api bunsen, edangkan sterilisasi buah anggrek yang tua dan sudah pecah dilakukan dengan klorox. Setelah disterilisasi,  buah disayat secara aseptik dan diambil bijinya untuk ditanam di media kultur (Edhi Sandra, 2013).

Daftar Pustaka
Edhi Sandra .2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan. IPB Press.

Endang G. Lestari. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal Biogen 7 (1):63-68

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies Jr., and R.L. Geneve. 1997. Plant Propagation: Principle And Practices. Sixth Ed.

Pierik, R.M.L. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publishers. Dordrecht.The Netherlands.

Kamis, 04 Oktober 2018

Media Kultur Jaringan


Media merupakan tempat hidup dan sumber nutrisi  bagi tanaman  media sangat berpengaruh besar dalam keberhasilan eksplan dan kualitas bibit yang dihasilkan. untuk itu pembuatan media dan jenis media yang digunakan harus diperhatikan. Media yang digunakan yang telah jadi, ditempatkan pada tabung reaksi atau botol kaca.dimana media yang digunakan harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan alat yaitu autoklaf (Purwantara, 2012).
Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1992).
·       Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1 mm) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertmbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh ini penting dalam pertumbuhan dan diferensiasi.
Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat ( 2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA).
Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan, 1992; 52 golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurin (BAP).
giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.

Penggunaan hormon auksin harus sesuai dengan dosis tidak boleh kurang maupun lebih karena jika penggunaan dosis tidak tepat maka akan menghambat pertumbuhan tanaman. 

·       Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992; 44). unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. hara makro tersebut meliputi, N,P,K,Ca,Mg,S,Mg,Fe .
Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya (Gunawan, 1992; 46). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah : KL, Mn, Cu, CO, Mo, Zn, B.
·       Sumber karbon
Berupa sukrosa atau galaktosa, dapat juga fruktosa, laktosa, galaktosa, maltose atau pati. Konsentrasi yang digunakan sebesar 2-3%.
·       Vitamin
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan.
Mio-Inositol atau meso-insitol merupakan heksitol (gula alkohol berkarbon 6) sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004;58).
·       Nitrogen organic
berupa asam amino, glutamin, asparagin, dan adenine yang dibutuhkan setelah terjadinya kalus. Tidak mutlak harus ada akan tetapi diperlukan untuk membantu memcah protein
·       Asam-asam organic
Berupa sitrat malat, sukinat atau fumarate. Asam- asam amino ini membantu dalam perumbuhan sel sel pada jaringan pada medium ammonium sebagai sumber nitrogen.
·       Substansi Kompleks
Berupa protein hidroksilat, yeast eksrak, dan zat organic tumbuhan seperti air kelapa, endosperm jagung dan macam-macam jus buah.
·       Agar- agar
Yaitu untuk media padat 0,8-1% kelarutan. Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah : Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil,  Tidak dicerna oleh enzym tanaman, Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.

Macam-macam medium
1.     Metode semi padat
alasan digunakannya semi padat yaitu eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat; selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama; eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur; orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap; dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur; eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan; agar harus dicuci bersih dari akar sebelum diaklimatisasi dilakukan (Adriana,2010).

2.     Metode Padat (Solid Method)
Media padat adalah media yang mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan. Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan yang ditanam.

3.     Metode Cair (Liquid Method)
Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil.Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies).Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai. Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar.Media cair juga tidak memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein

4.     Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi.

Daftar pustaka :
Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agromedia
              Pustaka. Jakarta

MENGUKUR KINERJA DENGAN HR SCORECARD

Perusahaan perlu melakukan pengukuran atas kinerja mereka, karena ini akan menentukan berhasil atau tidaknya sumber daya manusia dalam men...